castle

castle
every step in your life is a process of goal achievement. It's my life, it's my inspiration

Antah-berantahku

Senin, 15 April 2013

Awal Aku Jatuh Cinta


Cerita Most Adventure BKI (8-10 januari 2010)
Pengalengan, Kaki gunung Puntang

Kau tahu seberapa besar keraguanku saat aku berada dijalan ini. Bayangan tentang penolakan, tentang cibiran menari-nari dalam kepalaku. Mungkin sebagian orang menganggap orang dijalan ini tengah sesat, atau mungkin pula sok alim, sok baik, terlalu kolot, berlebihan, dan segala macamnya. Sungguh-sungguh cukup menakutkan aku. Dikucilkan dari pergaulan, dideskriminasikan, dan di di lainnya yang sering diterima kelompok minoritas.
Oh Tuhan, sungguh tak siap rasanya. Apalagi untuk seorang ‘aku’ yang tumbuh dalam lingkungan yang jauh dari hal-hal seperti ini. Hal ini adalah sesuatu yang baru. Sesuatu yang baru ku kenal di usia ke-18.

Aku tak ingin berburuk sangka terutama pada siapapun. Tapi sungguh aku khawatir Rabb. Aku takut bila nanti aku tengah futur dan menyimpang jauh. Aku takut ditertawakan. Aku takut dimunafikkan. Aku takut, aku takut dan malu berada dijalan ini. Karena jalan ini adalah jalan yang sepi.
Ingin aku berlari menjauh dan keluar dari jalan ini. Tapi aku tak bisa. Aku tak kuasa. Karena sesungguhnya akupun begitu menyukai jalan ini walau penuh kata ‘tapi’.

Disubuh tadi. Saat orang-orang masih terlelap tidur dan bermain dalam mimpi mereka. Disepertiga malam yang gerimis. Di alam terbuka. Di kelilingi pinus-pinus dan gunung yang kokoh. Bersama gemuruh air sungai dan bebatuan yang betah didalamnya. Sekelompok pemuda termasuk aku, tengah berdiri di lapangan kecil dikaki gunung Puntang.
Masih sayu, kantuk bergelantungan di kelopak mata mereka, lelahpun masih bertengger disana, ditubuh-tubuh yang bergetar kedinginan dipeluk udara gunung yang tajam dan semakin tajam.

“Berapa jumlah antum sekarang?” tanya seseorang yang tak terlihat dalam gelap

Sekelompok pemuda itu hening, sepertinya mereka hanya ingin mendengar gemericik air sungai saja. Tak satupun menjawab. Setidaknya tak ada yang terdengar dari getar pita suara mereka, mungkin hanya dalam hati saja.

“Berapa jumlah antum sekarang? Jawab yang tegas!” seru suara yang sama
“Tiga puluh ribu” jawab mereka ragu
“Yang tegas, yang kompak”
“Bagaimana kita mau jadi penolong agama Allah jika kita tidak yakin dengan diri kita sendiri” masih dari getar pita suara dengan pemilik yang sama
“Dalam dakwah kita itu satu. Hanya satu. Kita itu satu tubuh. Saling berkaitan. Saat satu bagian sakit, maka sakitlah semuanya” lanjutnya lagi

Seseorang yang tak terlihat dalam gelap ini memang paling banyak bicara saat ini. Yang mengambil alih acara dipagi buta. Memang tak terlihat dalam gelap, tapi aku tahu betul siapa pemilik suara tadi. Dia adalah salah satu kader dalam organisasi dakwah ini. Kata-katanya cukup sering membakar semangatku, dan kadang aku gunakan untuk memotivasi diri sendiri. Sungguh, setidaknya dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang memberiku motivasi.

Sebelumnya dia sudah menanyakan apakah ada yang ingin mengundurkan diri sebelum melangkah lebih jauh, dan semua nya masih bertahan dilapangan kecil itu. Tak tahu apakah memang semuanya ingin berjalan dijalan ini, ataukah hanya takut saja, wallahualam.

Kali ini dia menyebut satu persatu nama sahabat Rasulullah. Dimulai dari Abu bakar ash-siddiq yang mendapat gelar yang benar dan membenarkan. Sahabat paling setia. Yang keimanannya tak ada tandingnya. Dan disebutkan pula bahwa ‘jika iman seluruh manusia dimuka bumi diletakkan pada sebuah dacing sedangkan iman Abu Bakar diletakkan didacing satunya, maka iman Abu bakar akan lebih berat’.

Subhanallah. Mulai merinding aku mendengarkan hal itu. Merinding tahap pertama. Ya baru tahap pertama karena aku tahu ada banyak hal yang akan membuatku semakin merinding nanti.

Umar bin khatab. Yang dengan nama nya Allah menyatakan kejayaan akan islam. Seorang yang disegani, yang ditakuti oleh kafir quraisy, namun sangat pemalu. Dia sangat pemalu terutama terhadap Tuhannya.

Usman bin Affan. Seorang bangsawan sahabat Rasul yang dermawan. Saat penduduk mekah tengan dilanda paceklik, dia memberikan 1000 ekor unta tanpa pamrih, dan membelikan sebuah sumur untuk penduduk mekah yang tengah dilanda paceklik tersebut.
Ali bin Abi Thalib. Sepupu Rasulullah sekaligus menantu beliau. Seorang pemuda yang cerdas, berilmu. Yang tak pernah absen sekalipun dalam perang jihad bersama sang nabi.

Bilal bin Rabaah. Seorang budak hitam legam yang sangat taat. Bahkan saat dia dijemur diteriknya matahari gurun dan  ditindihkan sebuah batu besar ditubuhnya agar dia keluar dari islam, imannya tetap teguh. Satu kata yang diucapkannya saat itu ‘Allahhuahad’ Allah itu satu. Sebuah kalimat yang dahsyat. Bilal yang saat dia masih diduniapun langkah kakinya telah terdengar disurga. Subhanallah

Muhammad al fatih. Seorang pejuang islam, yang diumur 16 tahun sudah menjadi paglima perang yang menaklukkan konstantinopel. Yang tak pernah bolong sholat malamnya dari saat ia akilbaliq.

Dan sederet nama-nama pejuang agama Allah lainnya yang masih asing ditelingaku. Benar saja, kali ini masuk merinding tahap atas, bahkan bukan sekedar merinding lagi, tapi mata ini sudah basah. Airnya meganak sungai dipipiku yang dingin. Hangatnya terasa sampai kedalam hati. Inilah air mata yang peling deras, yang pertama, yang paling tulus aku persemahkan untuk jalan ini. Dakwah

Oh Allah. Betapa aku merugi selama ini tak sepenuhnya berkorban dijalanMU. Betapa aku tak ada apa-apanya dibandingkan sederet nama yang keluar dari bibir seseorang yang tak terlihat dalam gelap tadi.

Ya, aku memang belum melakukan apa-apa. Tapi aku pasti akan melakukannya. Akan aku lakukan untuk agama tercinta ini. Setidaknya begitulah tekad ku.  tekad yang tulus dari hati yang tengah merasa tersentuh kasih dan hidayah. Indah sekali
“sahabat, apa yang sudah kita lakukan? Apa kita akan diam saja?”
“diam saja melihat agama kita terinjak-injak? DIAM SAJA KETIKA AL-QURAN DILARANG DIBACAKAN DIKAMPUS KITA SENDIRI oleh orang yang mengaku islam??” teriak suara yang sama




Arghhhhh.. Aku lupa dialog selanjutnya, yang pasti suara yang sama itu terus memecah keheningan subuh di hutan pinus yang sepertinya sengaja tak bersuara untuk menunjukkan berapa jantung kami berdetak lebih cepat. Sepertinya kami mulai jatuh cinta, khususnya aku. Ya aku memang tengah jatuh cinta. Bukan pada siapa tapi pada apa yang kini tengah aku susuri jalannya. Semoga hingga akhir
 







*to be continue*
Ngegantung banget ga sih?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar